Aku membuka jendela kamar
kos ku yang berteralis. Hahhhh--aku menghela nafas melihat pemandangan di luar
sana. Hujan. Padahal aku baru saja selesai mencuci semua pakaianku. Ku tengok
boneka Teru Teru Bouzu yang tergantung di kanan jendela. Boneka itu
sudah kusam, sudah lama ku gantung. Gambar mata dan mulutnya saja sudah hilang.
Apakah karena itu Teru Teru Bouzu sudah tidak bisa menghalau datangnya hujan?
"Kenapa, neng?"
Aku menengokan kepalaku,
"Hujan, teh," jawabku. "Padahal baru selesai nyuci," ujarku
sedikit kesal.
Aku menghela nafas panjang
dan menutup kembali jendela kamarku. Bandung utara itu dingin, apalagi di
daerah kosan ku. Yah, dikarenakan letaknya harus ke bawah lagi dari pintu
masuk, dinginnya sungguh sangat sesuatu. Baiklah itu berlebihan, tapi itu
bener, kok. Kosan bawah tanah, ditambah hujan dan tubuh yang sedikit basah
akibat berkutat dengan air cucian tadi, sungguh paduan yang sangat tidak
menyenangkan. Dingin. Sangat dingin.
Aku bergidik dan
memutuskan untuk berbaring di kasur. Aku menarik selimut hingga ke dagu.
Lumayan, cukup hangat. Aku memandang kembali boneka Teru teru Bouzu yang
menggantung itu. Aku masih ingat, boneka itu adalah salah satu properti stand
milik kelas B yang aku minta saat mereka merapihkan stand-nya di acara Japan
Festival di kampusku. Hampir satu tahun boneka itu menggantung diteralis
jendela kamarku. Memang harus dicopot, soalnya penampilannya sudah tidak karuan
dan malah lebih mirip boneka 'the jumping candy'.
Aku mengambil ponselku
yang tergeletak tak jauh dari posisiku berbaring dan aku mulai menulis sebuah
pesan singkat.
Hujan,
padahal abis nyuci. Emang ame no onna nih (--")
Ku kirim ke teman-temanku
dan juga ke dia. Satu menit, dua menit, sms balasan pun kuterima. Hahaha,
jawabannya aneh semua. Ame no Onna, wanita hujan. Nama julukanku yang
diberi oleh salah satu teman kuliahku. Lucu juga sih, soalnya memang selalu
kejadian kalau aku baru selesai mencuci, pasti hujan.
Tik, tik, tik...
Hujan semakin deras.
Sebagian air hujan yang terbang dibawa angin mengenai kaca jendelaku,
menimbulkan sebuah suara bernada yang menenangkan. Biasanya kalau seperti ini
aku langsung menyalakan laptop-ku dan langsung mendengarkan musik atau menonton
film untuk membunuh waktu, tapi hari ini aku sedang malas berurusan dengan
barang elektronik itu. Suara hujan hari ini cukup membuatku tenang dan juga,
aku bisa mengingat suatu hal yang manis yang sukses buatku senyum-senyum
sendiri jika mengingatnya.
Kejadian itu dimulai pada
hari yang panas di bulan Agustus...
-Sabtu, Minggu ke-2 bulan Agustus-
"Bu, mau beli batre
hape di Jakarta, lah. Masa, udah tiga hari nggak ada stock sama sekali, sih, di
konternya!" ucapku. Hari itu cukup panas, sehingga aku berbicara dengan
ibuku sambil guling-gulingan di lantai.
"Emang mau beli sama
siapa?" sahut ibu sambil menidurkan adikku yang kecil.
"Nggak tahu, mau-nya
sih pas nanti ke rumah bu'de, aku mampir dulu ke Roxy."
"Nggak usah,
puasa-puasa gini ngapain siang-siang kesana!"
"Terus kapan lagi,
bu? Sekalianlah, kan disuruh kesana juga sama bu'de."
"Nanti aja sama ayah
nyarinya."
"Mending ayah
mau," ucapku sedikit kecewa. "Eh, sama si abang aja kali ya, bu.
Sekalian kan udah nggak pernah main kesini lagi.”
"Udah dihubungin
belum?"
"Belum,
hehehe..."
Aku pun langsung menuju
kamar menghambil ponsel ku. Gawat, dicari berapa kali pun tidak akan ketemu
karena nomornya sama sekali tidak ada di list contact ponsel ku. Tapi
aku nggak pantang menyerah, aku langsung membuka opera mini dan log
in ke akun facebook-ku. Ku cari nama akunnya lalu ku klik info
miliknya. Alhamdulillah dia mencantumkan nomor ponselnya disana. Tanpa pikir
panjang lagi, aku langsung menyimpan nomor tersebut dan mengirim sebuah pesan
singkat.
Bang,
ke Roxy yuk, nemenin aku nyari batre hape.
Tidak sampe semenit aku pun menerima balasan.
Boleh. Ini siapa ya?
Atikah,
bang. Masa lupa, sih?
Oh, si dede. Yaudah, kapan? Maaf hape abang ilang jadi nomor kontak juga
pada ilang.
Baru saja aku mau membalas sms-nya, tapi ponsel ku berdering, dia
menghubungiku duluan.
“Halo, assalamu’alaikum,” ucapku.
“Wa’alaikumsalam,” jawabnya. “Jadi mau kapan, de?”
“Besok aja gimana? Lagi sibuk kerja, nggak, bang?”
“Nggak, jadi abang ke rumah dede, gitu?”
“Nggak usah. Besok aku kan ada upacara di Ahmad Yani, paling selesainya
sorean, abang jemput aku di sana aja, gimana?”
“Yaudah, tapi dede bawa helm ya, soalnya abang nggak punya helm dua.”
“Iya, deh. Nanti aku bawa helm. Makasih ya, bang.”
“Iya, assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
-Minggu, minggu ke-2
bulan Agustus-
“Tin, gue duluan ya,” pamitku pada
temanku. Upacara sore ini sudah selesai, sekarang di kantor cabang sedang
persiapan untuk berbuka puasa. Mengingat aku punya janji, aku tidak bisa ikut
buka puasa disini.
“Mau kemana, lo, cun?” tanya temanku
itu.
“Ada janji gue ama si abang, udah
nunggu dia.”
“Yaudah, hati-hati ya.”
“Sip. Dy, duluan ya, thanks ya udah
jemput tadi. Ka, maaf nggak bisa ikut buka puasa disini, udah ada yang nunggu,”
pamitku kepada yang lainnya.
“Kah, mau ke Ahmad Yani, kan? Ikutlah gue,”
sapa teman ku yang bernama Fajar.
“Iya. Lo nggak ikut bukber disini,
jar?”
“Nggak, gue masih harus ngurus
anak-anak SMP gue, kah.”
“Hoooo, yah, jar! Balik ke Mougli
dong, hape gue ketinggalan disana! Yang lagi di charge, ya!”
“Yeee, dasar! Tunggu disini, ya!”
“Iya.”
Sementara Fajar pergi, aku bertemu
dengan adik-adik kelasku saat SMA. Lumayan daripada bengong nggak jelas, lebih
baik mengobrol dengan mereka. Nggak lama Fajar datang membawa ponselku beserta
chargerannya. Dia mengeluh melihat batre ponsel ku yang sudah melendung nggak
karuan. Lalu kami pun berpisah. Hampir maghrib dan aku belum bertemu dengan si
abang.
Bang,
nunggu dimana?
Di belakang gedung pemuda de, abang tunggu di situ ya, di gedung yang
banyak orang jualan.
Gedung pemuda? Ah, ini mah harus ngebolang. Tapi untungnya,
pas pertengahan adzan maghrib aku ketemu dengan dia. Yah, lebih tepatnya dia
sih yang menemukan aku.
“Ini, lho, de, yang namanya gedung pemuda!”
“Hoooo”
“Jadi, mau kemana dulu? Ke sekre dulu aja ya, sholat
maghrib disana.”
“Yaudah. Bang, makin subur aja lo,” ujarku.
“Oiya dong, kan di kasih makan, emangnya dede, nggak di
kasih makan!”
“Hahahaha, sial lo, bang!”
Aku langsung naik ke motornya dan kami pun pegi ke sekre.
Kebetulan disana juga ada buka puasa bareng. Setelah selesai sholat maghrib,
aku yang sedang duduk di depan sekre mengobrol sebentar dengan dia. Dia menanyakan,
apakah yakin jam segini mau ke Roxy. Yah, aku sih yakin aja, tapi karena takut
kemalaman, akhirnya dia memutuskan untuk mencari di daerang Tangerang dulu. Dan
sampailah kita di salah satu Mall terbesar di daerah Kabupaten Tangerang.
Malam
itu di mall sungguh ramai. Dikarenakan sekarang bulan Ramadhan, banyak
orang-orang yang memilih mall untuk tempat berbuka mereka. Bahkan, untuk
mendapatkan tempat parkir saja sangat sulit sekali. Akhirnya, kami memarkirkan
motor di tempat parkir di lantai 3. Dan tiba-tiba, dia memegang tanganku. Kaget
sih, tapi nggak mau ge-er duluan, mungkin karena suasananya sedang ramai,
takutnya aku ketinggalan di belakang dan itu malah jadi merepotkan dirinya. Tapi,
sampai di dalam mall pun dia masih memegang tanganku. Sempat aneh juga, kenapa
tiba-tiba dia seperti itu. Karena tidak mau menebak-nebak, aku membiarkan
tanganku itu disandera olehnya.
Dan
pencarian batrei pun dimulai. Ponsel ku itu buatan China, tetapi batrei-nya
sungguh susah di cari. Akhirnya karena tidak ada yang sama, aku memutuskan
menggantinya dengan batrei BlackBerry yang setipe dengan ponsel ku. Lalu
masalah lain muncul, batrei BB itu mahal! Walaupun yang KW sekalipun tetap saja
mahal, karena tidak pantang menyerah, kami terus mencari dari konter satu, ke
konter lainnya. Sebenarnya yang mencari sih, dia, bukan aku. Malahan, dia itu
lebih pintar menawar dibandingkan aku. Dan akhirnya aku membeli batrei yang
harganya dibawah seratus ribu setelah dia menawar sana-sini. Arigatou. Hehehe..
“Sekarang
mau kemana lagi? Kan udah ketemu tuh, batrenya. Pulang aja yuk, udah malem, nanti
dicariin ayah lho,” ucapnya.
Benar
saja, hari semakin malam, aku memutuskan untuk pulang dengan sebelumnya membeli
pizza terlebih dahulu. Perasaan ku mulai tidak enak, karena angin malam
itu lumayan dingin dan benar saja kami kehujanan. Awalnya hanya gerimis namun
hujan semakin deras memaksa kami untuk berteduh. Kami berteduh di depan toko
yang sudah tutup. Pakaianku sebagian sudah basah. Belum lagi tas ku yang kotor
karena motor yang aku tumpangi itu tidak memiliki spakboard.
“Ini
sampe rumah jam berapa, ya?” ucapku sambil merapatkan tubuh ke belakang untuk
menghindari air hujan. Aku pun otomatis melindungi pizza yang di tangan
kananku. Tiba-tiba dia melakukannya lagi. Tangan kiri ku di genggam olehnya.
DEG
Perasaan
apa ini? Untung dia mengajakku mengobrol sehingga suasana tidak menjadi
canggung dan aku juga bisa bersikap biasa saja, menutupi tingkah laku ku yang
sempat salah tingkah.
“Kamu
belum makan, kan? Makan, gih, sana. Mau mie ayam nggak?” ucapnya sambil
menunjuk warung mie ayam yang buka di samping kanan tempatku berdiri.
“Nggak
mau ah,” jawabku. “Nanti aja di rumah, soalnya udah kepengen pizza.”
“Hahahaha,
dasar, si dede.”
Hujan
mulai reda dan kami pun melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah, aku
segera mengganti pakaianku yang basah. Ayah pun mengobrol dengan abang dan
menanyakan kenapa baru pulang jam segini. Benar saja, saat ku lihat jam, waktu
sudah menunjukkan pukul 11 malam. Abang pun pamit setelah mengobrol dengan ibu
dan aku segera pergi tidur karena lelah sekali. Tapi ada sesuatu yang
mengganjal, sikapnya. Kenapa dia terus memegang tanganku? Aku tidak mengerti
sikapnya itu.
-Senin, minggu ke-3 bulan
Agustus-
Entah
kenapa semenjak pertemuan itu aku dan dia jadi sering sms-an. Semuanya dibahas,
karena sudah hampir satu tahun aku kehilangan kontak dengannya. Dia pun
menanyakan mantanku yang di sebelah rumah. Sedikit kesal juga sih, kenapa harus
itu yang ditanyakan. Karena tidak terima, aku pun balik bertanya tentang cewek
yang pernah dekat dengannya saat dia ngekos di daerah sekitar tempat kerjanya. Lalu
obrolan pun semakin jauh dan dia tiba-tiba mengajak ku untuk buka puasa
bersama. Aku sih setuju saja karena dia yang mentraktir.
Sekitar
jam lima sore dia pun menjemputku dan tanpa banyak bicara kami langsung pergi. Sempat
bingung mau makan dimana, akhirnya dia memutuskan untuk makan di daerah sekitar
danau. Yah, jauh-jauh pergi, ujung-ujungnya nasi goreng juga yang dipesan.
Dan
kami pun makan sambil mengobrol. Ditengah obrolan, tiba-tiba ponsel miliknya
low dan mati. Aku pun menawarkan untuk memakai ponselku dulu, dan dia pun
menyetujuinya. Aku pun memasang sim card-nya di ponselku dan ku nyalakan
kembali ponselku.
“Bang,
nggak dapet sinyal gening? Sim 1-nya nggak kebaca,” ujarku.
“Masa
sih, de?”
Aku
pun mengutak-atik ponsel ku tersebut, tetap nggak bisa. Karena aku belum pernah
memakai dua sim sekaligus, jadi aku sedikit tidak mengerti bagaimana cara
pengaturannya. Bosan, aku pun iseng membuka inbox. Sms milikknya masuk
ke ponselku, berarti tidak ada yang rusak dengan ponselku. Berarti akunya saja
yang bodoh. Aku pun membuka inbox miliknya. Kebanyakan sms dari nomorku
yang berada di inbox, senang sih, tapi kesenangan itu seketika hilang
oleh beberapa pesan dari seorang cewek yang nggak aku kenal. Aku pun
membukanya. Percakapan mereka tampaknya akrab dan menyenangkan sekali.
DEG!
Sakit.
Tapi kenapa? Dari situ aku tidak mau membaca sms dari cewek itu. Ak pun
pura-pura tidak tahu dan menutupi raut wajahku yang sedikit kecewa dengan
membalas obrolannya. Disela-sela obrolan, aku mengirim pesan singkat kepada
temanku.
Tadi aku
cek nomornya, ada sms dari cewek lain. Kayaknya akrab banget, jadi sakit
sendiri.
Tak lama kemudian, aku pun
mendapat balasan.
Coba tanya dulu ke si abang,
siapa dia?
Nggak ah, emang apa hak aku nanya-nanya
masalah pribadinya. Pacar juga bukan.
Kami pun segera pulang setelah
menghabiskan makanan yang dipesan dan puas mengobrol. Sesampainya di rumah, dia
menunggu orang tuaku untuk berpamitan. Untung di rumah ada adik-adikku yang
tidak ikut sholat tarawih, jadi aku tidak berduaan dengannya saja di rumah. Obrolan
kami pun semakin asyik, dan kadang-kadang dia memegang tanganku. Aku penasaran
dengan sikapnya yang seperti ini. Kalau benar dia tertarik denganku, kenapa dia
juga melakukan hal yang sama dengan orang lain. Err, maksudnya cara dia membalas
sms-sms yang sering aku kirim sama dengan cara dia membalas sms dari cewek itu.
Aku tahu ini tidak beralasan, mungkin dia memang seperti itu orangya. Baik kepada
semua orang. Tapi, apakah dia melakukan hal yang sama seperti dia melakukan hal
ini kepadaku, memegang tangannya ketika berbicara.
Seperti biasa, aku pun mengirim
sms ke temanku itu seputar masalahku setelah dia pamit pulang. Dan dia pun
menyarankan untuk menanyakan seperti apa perasaan dia kepadaku. Aku terdiam
memandang sms balasan itu. Oh my god! Yang benar saja!! Kalau balasannya tidak
sesuai dengan apa yang aku harapkan, itu sungguh memalukan. Tapi, jika tidak
ditanya, aku juga yang pusing sendiri menerka-nerka arti dari sikapnya itu. Dan
akhirnya aku memutuskan untuk menanyakannya.
Bismillahirahmanirahim…
Bang, mau nanya dong…
Nanya apa?
Abang suka, ya, sama aku?
Lama. Tidak ada balasan. Mampus gue!!!
Nggak usah dibilang juga kamu
seharusnya udah ngerti dari semua sikap abang ke kamu. Abang orangnya tidak
suka mengumbar kata saying, de.
Jadi, abang suka nggak sama aku??
Iya.
Aku tersenyum lebar. Rasanya mau
teriak sekencang-kencangya, tapi itu tidak mungkin karena ada ibu dan adikku
yang kecil tidur di sebelahku. Ya Allah, ini kenyataankan, bukan mimpi? Dan aku
langsung mengabari temanku itu tentang kabar menyenangkan ini. Dia pun
membalasnya sambil menyoraki ku usil. Dan malam itu sungguh luar biasa
menyenangkan, walaupun ada kejadian tidak mengenakan ketika buka puasa tadi,
aku tidak memikirkan itu karena pikiranku penuh dengannya.
-Rabu, minggu ke-3 bulan Agustus-
Hari ini ada reuni dengan
teman-teman SD ku. Tempatnya di mall yang sama dengan tempat aku mencari batrei
hape tempo hari. Sempat tadi siang aku beragumen dengannya. Aku ingin sekali
berangkat bareng agar sehabis reunian aku bisa jalan-jalan sebentar dengannya,
tapi temanku menyarankan kalau bisa jangan membawa pacar. Kalau bawa pacar
seenggaknya pas acara reuni dia harus pisah. Huh, kalau seperti itu, lebih baik
aku berangkat sendiri karena aku nggak mau dia sendirian saat aku reunian. Aku mempercepat
acaraku. Setelah makan-makan aku pamit pulang duluan. Teman-temanku sempat
berusaha menahanku, tapi aku beragumen aku harus cepat-cepat pulang karena
besoknya aku sudah harus ke Bandung lagi karena ada urusan kampus yang belum
diselesaikan. Aku tidak berbohong dengan menggunakan alasan seperti itu, namun
niatku agak melenceng sedikit karena aku ingin bertemu dengannya.
Aku pun pisah dengan
teman-temanku dan berjalan menuju arah parkiran motor. Mall pun ramai seperti
biasa, dan untuk keluar saja aku harus mengantri. Setelah pemeriksaan STNK dan
pembayaran karcis, aku segera melaju kencang motor yang ku kendarai. Yah, mau
berusaha cepat seperti apa pun jalanan sangat ramai dan kecepatan motorku hanya
60 km/h.
Sesampainya di rumah, aku segera
beberes. Motor ku masukan, aku pun merapihkan barang-barang yang aku bawa. Adikku
yang di rumah sedang ada di rumah. Dia men-skip sholat terawihnya lagi. Aku tidak
protes dengan kelakuannya, karena aku merasa bersyukur ada dia. Aku takut jika
hanya berdua saja, banyak gosip-gosip yang nggak enak menyebar tentang aku dan
keluargaku.
Lalu dia pun datang. Kami mengobrol
dan akhirnya dia menyatakan perasaannya di depanku. Rasanya senang sekali.
Mungkin, jika hari itu aku tidak menghubunginya, jika hari itu tidak hujan dan
kami tidak berteduh, mungkin sekarang aku dan dia hanya sebatas teman dekat
saja. Kami sudah kenal lama, namun tidak pernah terpikir sedikit pun untuk
menjalin hubungan yang lebih sebelumnya. Dulu, aku berani mengatakan semua hal
tentang diriku tanpa pikir panjang dan tanpa memikirkan malu, begitu pun dengan
dia. Mungkin, karena sudah mengenal satu sama lain, sudah tahu keburukan dan
kebaikan masing-masing, aku dan dia bisa menjalin hubungan seperti ini.
Aku mengambil ponsel yang
tergeletak di samping kananku. Pukul tiga sore.
“Kangen,” gumamku. Dan aku pun
menarik selimut hingga menutup kepalaku. Menghangatkan tubuh sepenuhnya karena
udara semakin dingin dan terlelap tidur.
![]() |
| Teru Teru Bouzu |
-Atikah Firdaus-



0 komentar:
Posting Komentar